LONDON | SURYA Online - Apa yang dilakukan Victoria Betteridge, 28, memang langka. Gadis lulusan universitas Oxford ini mengaku telah tidur dengan 900 pria. “Orang menganggap saya mengacau sejak hari pertama, tetapi sebenarnya faktanya tidak jauh dari itu (tidur dengan 900 pria) ,” demikian Victoria.
Victoria bukan berasal dari keluarga yang amburadul. Sejak kecil ia terlindungi. Orangtuanya adalah penganut Katolik yang alim. Ia dididik dengan ketat salah satunya ialah haram bertemu dengan anak laki-laki. Tetapi ya itulah..dalam sembilan tahun ia tidur dengan 900 pria.
“Saat semua teman saya per ke bioskop dengan teman laki-laki mereka atau ke disko, saya main Scrabble dengan orangtua saya, menunggang kuda dan pergi ke gereja,” katanya.
Victoria bukan berasal dari keluarga yang amburadul. Sejak kecil ia terlindungi. Orangtuanya adalah penganut Katolik yang alim. Ia dididik dengan ketat salah satunya ialah haram bertemu dengan anak laki-laki. Tetapi ya itulah..dalam sembilan tahun ia tidur dengan 900 pria.
“Saat semua teman saya per ke bioskop dengan teman laki-laki mereka atau ke disko, saya main Scrabble dengan orangtua saya, menunggang kuda dan pergi ke gereja,” katanya.
“Sangat jelas laki-laki bukan bagian dari hidup saya. Saat saya berumur 13 ayah saya khawatir pelajaran saya di sekolah terganggu, ia mengirim saya ke sekolah bertarif 7.000 poundsterling yang semua siswanya perempuan dan menginginkan agar saya hanya belajar dibanding bergenit ria dengan laki-laki.”
“Gadis-gadis di sekolah semuanya tahu saya tak pernah punya pacar atau mencium pria, sehingga mereka mengganggu saya sepanjang waktu, memanggil saya seorang lesbian atau frigid. Faktanya, saya seorang tomboy yang suka olahraga dan tidak mempedulikan make-up seperti para gadis.”
Saat Victoria berusia 18, ia masuk Oxford belajar bahasa Inggris. “Saya pergi ke hall dan merasa suasana kebebasan,” katanya.
Aneh, sepanjang waktu dikerumuni para cowok. Mulai saat itu ia menanggalkan sifat pemalunya. Pada malam pertama di universitas, ia minum tequila dengan beberapa teman menuju Freshers’ Ball. Dalam hitungan jam ia berciuman pertama kalinya dengan Tom. Seminggu kemudian ia berkencan dengan Tom. “Tanpa pengawasan ayah saya akhirnya dapat melakukan apa yang saya mau.”
Tom setuju tidak terburu-buru berhubungan seks. Ia menunggu sampai Victoria siap. Enam bulan kemudian ia kehilangan keperawanannya. Menurutnya, pengalaman pertama itu sangat menakjubkan, beda dengan cerita teman-temannya yang merasakan hal yang sebaliknya.
Hubungan mereka putus, karena Tom tidak ingin hanya melayani Victoria di ranjang, sementara Victoria menginginkan hubungan seks setiap waktu. Dalam sehari setidaknya ia minta dilayani tiga kali.
Putus hubungan dengan Tom tak membuatnya lama-lama bersedih. Seminggu kemudian ia ketemu cowok yang ia lupa namanya di bar dan membawa cowok itu ke kamarnya. “Saya tidak peduli siapa dia dan apa yang ia lakukan, yang saya piker hanya hubungan seks dan merasa baik.” Inilah awal petualangannya sehingga ia tidur dengan 900 pria.
“Saya pergi ke bar mahasiswa dan klub, menari secara provokatif di depan pria yang ia inginkan, kemudian saya minta dibelikan minum, semuanya begitu mudah,” demikian Victoria menerangkan modusnya.
Tahun kedua di Oxford, ia pindah ke flat bersama lima gadis dan ini tidak membuatnya lebih jinak. “Kami saling merekomendasikan,”katanya sambil cekikikan.. “Kami saling memberi tahu apakah mereka cukup baik di ranjang atau tidak. Tidak ada di antara kami yang posesive.
Flat kami, katanya, diberi nama fun flat. Selalu ada beberapa cowok setengah telanjang, yang mereka kadang tidak tahu siapa mereka.
Beberapa cowok, tidak bisa menerima sikap Victoria yang tanpa komitmen itu. “Namanya Stewart biasa sembunyi di luar rumah untuk melihat apakah saya kencan dengan orang lain,” kata Victoria sambil tertawa.
“Itu menjadi lelucon. Jika kami mendengar suara berisik di luar kami akan berkata :Itu si gila Stewart sedang mengintip dengan teropongnya.”
Di tahun terakhirnya kelakuan Victoria tambah menjadi. Ia pergi ke klub swinger di mana para pelaunya bisa bertukar pasangan. Ia bahkan berhubungan threesome di klub yang ada di London itu. Ia juga tetap pada kebiasaannya, pergi ke klub, ambil pria semalam untuk seks, pagi harinya ia tending si pria pergi.
Kelakuan yang ugal-ugalan ini rupanya tercium oleh keluarga. Victoria pu diinterogasi sang ayah. Dan sejak itu Victoria putus hubungan dengan keluarga. Ia tahu bahwa orang lain juga akan menghakimi dia, tetapi dia cuek saja. Ia menepis anggapan bahwa kelakuannya itu membhayakan dirinya. Ia mengatakan selalu memakai pelindung dari penyakit seksual menular dan tak pernah membiarkan flatnya kosong tanpa bersama orang asing.
“Seks hal yang sangat normal bagi orang, beberapa orang pergi makan malam , olahraga—saya berhubungan seks,” katanya seraya menambahkan bahwa kelakuannya itu tidak menyakiti siapa pun.
“Gadis-gadis di sekolah semuanya tahu saya tak pernah punya pacar atau mencium pria, sehingga mereka mengganggu saya sepanjang waktu, memanggil saya seorang lesbian atau frigid. Faktanya, saya seorang tomboy yang suka olahraga dan tidak mempedulikan make-up seperti para gadis.”
Saat Victoria berusia 18, ia masuk Oxford belajar bahasa Inggris. “Saya pergi ke hall dan merasa suasana kebebasan,” katanya.
Aneh, sepanjang waktu dikerumuni para cowok. Mulai saat itu ia menanggalkan sifat pemalunya. Pada malam pertama di universitas, ia minum tequila dengan beberapa teman menuju Freshers’ Ball. Dalam hitungan jam ia berciuman pertama kalinya dengan Tom. Seminggu kemudian ia berkencan dengan Tom. “Tanpa pengawasan ayah saya akhirnya dapat melakukan apa yang saya mau.”
Tom setuju tidak terburu-buru berhubungan seks. Ia menunggu sampai Victoria siap. Enam bulan kemudian ia kehilangan keperawanannya. Menurutnya, pengalaman pertama itu sangat menakjubkan, beda dengan cerita teman-temannya yang merasakan hal yang sebaliknya.
Hubungan mereka putus, karena Tom tidak ingin hanya melayani Victoria di ranjang, sementara Victoria menginginkan hubungan seks setiap waktu. Dalam sehari setidaknya ia minta dilayani tiga kali.
Putus hubungan dengan Tom tak membuatnya lama-lama bersedih. Seminggu kemudian ia ketemu cowok yang ia lupa namanya di bar dan membawa cowok itu ke kamarnya. “Saya tidak peduli siapa dia dan apa yang ia lakukan, yang saya piker hanya hubungan seks dan merasa baik.” Inilah awal petualangannya sehingga ia tidur dengan 900 pria.
“Saya pergi ke bar mahasiswa dan klub, menari secara provokatif di depan pria yang ia inginkan, kemudian saya minta dibelikan minum, semuanya begitu mudah,” demikian Victoria menerangkan modusnya.
Tahun kedua di Oxford, ia pindah ke flat bersama lima gadis dan ini tidak membuatnya lebih jinak. “Kami saling merekomendasikan,”katanya sambil cekikikan.. “Kami saling memberi tahu apakah mereka cukup baik di ranjang atau tidak. Tidak ada di antara kami yang posesive.
Flat kami, katanya, diberi nama fun flat. Selalu ada beberapa cowok setengah telanjang, yang mereka kadang tidak tahu siapa mereka.
Beberapa cowok, tidak bisa menerima sikap Victoria yang tanpa komitmen itu. “Namanya Stewart biasa sembunyi di luar rumah untuk melihat apakah saya kencan dengan orang lain,” kata Victoria sambil tertawa.
“Itu menjadi lelucon. Jika kami mendengar suara berisik di luar kami akan berkata :Itu si gila Stewart sedang mengintip dengan teropongnya.”
Di tahun terakhirnya kelakuan Victoria tambah menjadi. Ia pergi ke klub swinger di mana para pelaunya bisa bertukar pasangan. Ia bahkan berhubungan threesome di klub yang ada di London itu. Ia juga tetap pada kebiasaannya, pergi ke klub, ambil pria semalam untuk seks, pagi harinya ia tending si pria pergi.
Kelakuan yang ugal-ugalan ini rupanya tercium oleh keluarga. Victoria pu diinterogasi sang ayah. Dan sejak itu Victoria putus hubungan dengan keluarga. Ia tahu bahwa orang lain juga akan menghakimi dia, tetapi dia cuek saja. Ia menepis anggapan bahwa kelakuannya itu membhayakan dirinya. Ia mengatakan selalu memakai pelindung dari penyakit seksual menular dan tak pernah membiarkan flatnya kosong tanpa bersama orang asing.
“Seks hal yang sangat normal bagi orang, beberapa orang pergi makan malam , olahraga—saya berhubungan seks,” katanya seraya menambahkan bahwa kelakuannya itu tidak menyakiti siapa pun.
Meskipun demikian, Victoria mengatakan bahwa dalam tiga bulan terakhir ia mengurangi kebiasaanya itu. Ia mulai pergi tempat olahraga untuk mengurangi gairah seksualnya.
“Saya terlibat kencan dengan seorang pria. Ada sesuatu yang lain tentang dia. Dia cocok untuk saya di ranjang. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dia, tetapi hal itu membuat saya sadar bahwa saya juga menginginkan perkawinan dan anak pada suatu saat.
Dan setelah sembilan tahun menjadi predator seks, Victoria mulai melakukan evaluasi terhadap tabiatnya. “Saya kira, karena saat kecil saya terlalu ketat,” katanya. Saya tidak menginginkan hidup seperti ini terus, tetapi saya tidak menyesali masa lalu. Saya sudah menangguk kesenangan. Untuk saat ini saya kencan dengan satu orang. Kami akan lihat apa yang akan terjadi. “Saya hanya ingin menemukan seseorang yang gairah seksualnya sama dengan saya gar saya puas,” pungkas Victoria.
“Saya terlibat kencan dengan seorang pria. Ada sesuatu yang lain tentang dia. Dia cocok untuk saya di ranjang. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dia, tetapi hal itu membuat saya sadar bahwa saya juga menginginkan perkawinan dan anak pada suatu saat.
Dan setelah sembilan tahun menjadi predator seks, Victoria mulai melakukan evaluasi terhadap tabiatnya. “Saya kira, karena saat kecil saya terlalu ketat,” katanya. Saya tidak menginginkan hidup seperti ini terus, tetapi saya tidak menyesali masa lalu. Saya sudah menangguk kesenangan. Untuk saat ini saya kencan dengan satu orang. Kami akan lihat apa yang akan terjadi. “Saya hanya ingin menemukan seseorang yang gairah seksualnya sama dengan saya gar saya puas,” pungkas Victoria.